VIVAnews - Autisme adalah salah satu penyakit yang
sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan masih dilakukan
penelitian mendalam untuk menelaahnya.
Salah satu penelitian
terbaru mengenai autisme menemukan para penderita autis memiliki gen
umum dengan variasi yang berbeda. Temuan gen tersebut nantinya bisa
memudahkan diagnosis dan mengembangkan terapi serta pencegahan
terjadinya autisme pada anak.
Hasil penelitian yang
dipublikasikan dalam Journal Nature ini membandingkan gen dari ribuan
penderita autisme dengan ribuan orang normal. Hasil dari penelitian
menunjukkan, sebagian besar penderita autisme memiliki variasi genetik
dari DNA mereka yang berpengaruh pada hubungan antarsel otak.
Para
peneliti juga mengungkapkan adanya hubungan antarautisme dengan
‘kesalahan kecil’ pada segmen DNA yang terdapat sel komunikasi di
dalamnya.
"Temuan ini bisa membuka kesempatan untuk mencari tahu
bagaimana mengatasi masalah pada fungsi dan perkembangan sel otak yang
dialami penderita autis," kata Hakon Hakonarson, kepala Center for
Applied Genomics at Children's Hospital di Philadelphia, Amerika
Serikat.
Meskipun temuan tentang hubungan penyebab autis dengan
DNA bukan untuk pertama kalinya, sampai saat ini belum ditemukan cara
mencegahnya.
Pada penelitian sebelumnya menemukan 65% penderita
autis memiliki variasi gen yaitu cadherin 10 dan cadherin 9. Gen
tersebut mengontrol molekul adhesi yang ada di otak dan peneliti
memperkirakan hal itulah yang menyebabkan autisme.
Lalu, studi
lainnya menemukan hubungan antara autisme dengan materi gen yang
mengandung ubiquitin. Ubiquitin adalah protein yang terikat dengan
molekul adhesi dan berhubungan juga dengan sel otak.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif.
Entri Populer
-
VIVAnews - Autisme adalah salah satu penyakit yang sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan masih dilakukan penelitian mendalam un...
-
gangguan interaksi sosial hambatan dalam komunikasi verbal dan non-verbal kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas. Sifat-sifat...
-
Kompas.com - Para ilmuwan di bidang autisme menemukan adanya perbedaan pada akivitas belahan otak anak autis dengan anak normal di usia di...
-
Fitur penting dari ciri-ciri autisme adalah gangguan perkembangan signifikan atau abnormal dari komunikasi dan interaksi sosial. Sebelum me...
Sabtu, 25 Agustus 2012
DIAGNOSA PENYAKIT AUTIS
Fitur penting dari ciri-ciri autisme adalah gangguan perkembangan signifikan atau abnormal dari komunikasi dan interaksi sosial. Sebelum melakukan terapi autis
pada penderita, penting untuk evaluasi medis dimulai dengan riwayat
kesehatan menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini harus
dilakukan oleh seorang praktisi tidak hanya akrab dengan autisme, tetapi
dengan gangguan lain yang mungkin tampak mirip atau meniru gejala
autisme. Praktisi harus memiliki keahlian khusus dalam pemeriksaan
gangguan neurologis. Sebagai contoh, adanya kelemahan ringan atau
refleks meningkat pada satu sisi tubuh akan menyebabkan pemeriksa untuk
menyimpulkan bahwa terdapat kelainan struktural dalam otak sehingga
perlu pemeriksaan MRI otak. Sejarah dan pemeriksaan fisik akan menunjuk
pemeriksa untuk tes diagnostik khusus dalam rangka mengevaluasi kondisi
lain yang berhubungan dengan autisme atau keterlambatan perkembangan.
Setiap anak yang memiliki keterlambatan bahasa harus memiliki pendengaran yang dievaluasi secara bertahap. Agar perkembangan bahasa dapat kembali normal, penderita autisme harus memiliki kemampuan mendengar yang cukup pada volume rendah dalam rentang frekuensi tinggi.
Baik pada anak-anak maupun dewasa, pemeriksaan neurologis normal tidak perlu dilakukan seperti otak CT scan atau MRI scan. Namun, jika pemeriksaan neurologis pada penderita autis adalah sugestif dari lesi otak struktural, maka studi neuroimaging sebaiknya CT Scan MRI harus dilakukan.
DiagnosIs yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut karena karakteristik dari penyandang autis ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.
Dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan dan wawasan mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam mendiagnosa autisme. Kadang-kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala autism tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autis dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat.
Setiap anak yang memiliki keterlambatan bahasa harus memiliki pendengaran yang dievaluasi secara bertahap. Agar perkembangan bahasa dapat kembali normal, penderita autisme harus memiliki kemampuan mendengar yang cukup pada volume rendah dalam rentang frekuensi tinggi.
Baik pada anak-anak maupun dewasa, pemeriksaan neurologis normal tidak perlu dilakukan seperti otak CT scan atau MRI scan. Namun, jika pemeriksaan neurologis pada penderita autis adalah sugestif dari lesi otak struktural, maka studi neuroimaging sebaiknya CT Scan MRI harus dilakukan.
DiagnosIs yang paling baik adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Pemeriksaan klinis dan penunjang lainnya mungkin diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut karena karakteristik dari penyandang autis ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autis.
Dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan dan wawasan mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam mendiagnosa autisme. Kadang-kadang dokter ahli atau praktisi kesehatan profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.
Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala autism tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan.
Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autis dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat.
Langganan:
Postingan (Atom)